Pertama
– tama…
“rindu”
harus berterima kasih pada ketiadaanmu,
karena
dari situlah Ia lahir.
Karena
itulah dia masih kupelihara.
Aku
tak pernah menyesal mengenal “rindu”,
Karena rindu adalah guru terhebat yang
mengajariku bagaimana sabar menunggu untuk bertemu...
Aku percaya pada “rindu”, krn dia alat
komunikasi jarak jauh terbaik yang pernah dihadiahkan oleh jarak.
Bagaimana
tidak? Tanpa “rindu”, mungkin aku tak akan mencari - cari tau tentangmu,
mungkin
aku hanya akan menggerutu krn tak bisa bersamamu…
Tapi
“rindu”, menyuruhku duduk menunggu, melakukan sesuatu untukmu tanpa perlu kau
tau,
dan
membiarkan saat itu datang ketika nanti kita bertemu.
“Rindu” itu mungkin jeda, jeda untuk
mencintaimu lebih lama dengan sederhana.
“Rindu“
itu tak pernah ku tinggalkan sendirian. Selalu ku bawa kemana mana seharian.
Aku
seperti sudah akrab dengan keberadaannya, teman kecil yang tak kelihatan
wujudnya.
Teman
kecil perantara aku dan kamu.
Teman kecil yang selalu mengingatkan aku
menyelipkan namamu dibarisan doaku.
Teman kecil seperti gema untuk
mengingatkan kenangan kita.
Kalau
kamu punya alat pendeteksi “rindu”, pasti grafiknya tinggi sekali.
Aku
saja takut mengukurnya. “Rindu” itu seperti sebungkus permen.
Dan
aku pasti gadis kecil baik hati yang selalu ingin membaginya denganmu. Boleh?
Agar
bukan aku saja yang memilikinya, kamu juga. Dan jadikan aku objeknya ya.
Anggap
saja “rindu” seperti putaran dan ketetapan,
Ia akan
selalu berada disana sampai kita bertemu dalam suatu pertemuan..
Pertemuan
dimana kita bisa melepaskan molekul molekul rindu di udara bersama sama.
“rindu“,.. Aku skak mat ditanganmu.!!
241212
(setuju gak yaahh??)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar