Rabu, 28 Oktober 2015

Refleksi Waktu

Pikiranku baru saja berkelana ke tempat yang jauh.
Ke tempat dimana air mata lebih sering turun daripada hujan.
Ke tempat dimana jarak antara langit dan bumi lebih dekat dari dua pasang sorot mata yang tak bisa bertemu.
Ke tempat dimana ketakutan-ketakutan itu ada, dan kuatir bisa saja tiba-tiba lahir.
Ke tempat dimana skenario kita jadi begitu rahasia dan tak terprediksi.
 Ke tempat dimana kata pisah menjadi batas yang sangat menyakitkan.
Ke tempat dimana kamu mungkin saja tidak tahu bahwa itu adalah hari terakhir.
Tiba-tiba saja, aku ingin tahu. Tiba-tiba saja aku penasaran. Tiba-tiba saja aku ingin mencicil rasa lebih dini.
Hingga aku mengerti bahwa aku salah.
 Sekejap aku memejam, aku tahu waktu tidak pernah bisa diam.
Waktu terus berjalan, pilihan-pilihan terus bergantungan dan kamu tak bisa menghindar dari hari esok.
Namun, bukankah kita bisa menggelar tikar, lalu piknik di atas tanah yang sempit?
 Karena langit kemana kita menadah akan tetap sama, luas.
Lalu, kenapa kita lebih banyak menguatirkan tentang perpisahan dan lupa menghargai sebuah pertemuan?
Kenapa kita lebih banyak menguatirkan hari terakhir dan lupa menikmati hari-hari yang sedang hadir?
Kenapa kita lebih banyak menyesali yang terjadi dan tak mencoba memperbaiki yang ada?
Karena pada akhirnya bukan perpisahan yang seharusnya kita kuatirkan, tapi mengabaikan skenario yang sudah Tuhan rancangkan.
Buat apa kamu takut dengan waktu yg terbatas, kalau kamu bisa jatuh hati di setiap hembusan nafas?
 Kekuatiran hari ini cukup jadi porsi hari ini, karena esok ada bagiannya sendiri.
Tenanglah, segala sesuatunya akan baik-baik saja.
Karena kamu tidak perlu menguatirkan apa yang sudah dikendalikan Tuhan.

sepi itu apa?





sepi itu apa?
apakah saat tak ada orang yang tertawa bersamamu?
saat tak ada telinga yang mau mendengar kisahmu?
saat tak ada tangan yang merangkul bahumu?
saat tak ada kalimat manis yang mampu menenangkanmu?
saat tak ada yang menghiburmu diantara tangis?
saat seseorang mendiamkan dan mengambil jarak darimu?
saat kau merasa tertinggal di belakang sendirian?
saat kau merasa mendapatkan perlakuan yang berbeda?
saat tanya tanpa jawab?
saat suara tak terdengar?
saat mata tak ada yang melihat?
saat diabaikan oleh keramaian?
saat senyum berbalas masam?

apa?sepi itu apa?
apa sepi seperti malam yang gelap dan menyimpan misteri?
tapi malam tidak pernah benar-benar sendiri,
selalu ada dunia yang menemani waktunya.
lalu sepi itu apa?

kemudian,
masa mengajariku untuk menjawabnya.

sepi itu sebuah prasangka.
prasangka dari sebuah cerminan perasaan yang seharusnya tak ada.
yang kau bangun dan kau rasakan sendiri.
yang kau biarkan tumbuh dari perasaan dan pertanyaan:
kenapa? kenapa seperti ini?

yang terlalu kau nikmati dari satu pandangan dari sisi yang tak pernah berbeda.
katakan saja, kau ingin seperti itu.
yang berarti sepi adalah iri.

_takut berdiri sendiri membuatmu takut untuk melihat lebih jauh. look, you’re never alone_