Usia 25 tahun (dan seterusnya) ternyata tidak selamanya menyelamatkan kita dari masalah, mungkin dulu beranggapan ketika sudah menjadi dewasa nanti kita akan lebih bisa menyelesaikan masalah. Ternyata semakin besar angka usianya, semakin rumit saja jenis masalah yang harus dihadapi.
Saat masih berseragam putih abu-abu mungkin masalah kita hanya berputar pada setumpuk tugas, praktikum dan ulangan harian. Sekarang dengan seragam orang dewasa harus berhadapan dengan setumpuk deadline, presentasi dan target pendapatan.
Belum lagi masalah “relationship”. Dulu ketika remaja, yang kita tahu hanya berteman dengan siapapun yang kita jumpai, bermain bersama, jatuh cinta, ketikapun harus ada perselisihan paling hanya masalah anak remaja yang pada umumnya terjadi. Sekarang masalah “relationship” ini menjadi satu masalah yang tidak sederhana. Dalam mencari teman dan sahabat saja seperti memilih buah durian, sering kita tertipu oleh baunya yang harum dan fisiknya yang bagus, tapi isinya cacat dan busuk.
Sekarangpun tak sebebas dulu bercerita tentang masalah kita ke orang lain. Waktu remaja sesi “curhat” menjadi momentum yang paling menguras emosi dan perasaan, menyenangkan rasanya bisa berbagi cerita dengan orang lain. Tapi kini, sepertinya lebih nyaman menyimpan semua masalah kita sendiri. Tak perlu banyak orang yang tau, bahkan mereka tak perlu tahu.
Dunia orang dewasa memang tak mudah dipahami seperti dunia remaja. Kehidupan seperti sebuah gradasi warna, semakin tinggi semakin tegas dan gelap warnanya.
Diam dan tak perlu terlalu banyak ikut campur dengan masalah orang lain menjadi jalan aman yang banyak dipilih sebagian orang dewasa. Karena mereka sendiripun tak terlalu suka ketika ada orang yang terlalu “kepo” ikut campur dalam urusan dirinya, tak terlalu suka dengan orang yang hanya bisa berkomentar tanpa memberi solusi yang konkrit. “wants to know” dengan kehidupan yang bukan areanya.
Berbeda dengan waktu remaja, semakin banyak yang berkomentar tentang kita, merasa semakin banyak yang memperhatikan kita. Dunia Remaja adalah waktu dimana kita “show up”. Dan ketika seiring bertambahnya usia, kita semakin risih dengan hal itu, terlalu banyak yang berkomentar, terlalu banyak yang memperhatikan, dan terlalu di perhatikan itu bisa jadi sangat “mengganggu”. Dunia Orang Dewasa adalah waktu dimana kita sering berada dalam sebuah “privasi”.
“Cukup Tahu Saja” sebuah kata kunci yang sering saya ucapkan. Ketika saya berhadapan dengan kehidupan orang lain. Ketika ada teman yang bercerita dan meminta saranpun, bagaimana kita tetap membantunya tanpa harus terlalu banyak masuk mencampuri kehidupannya. Begitupun demikian, ketika orang lain berhadapan dengan kehidupan pribadi saya. Mereka Cukup tahu Saja, tanpa perlu masuk terlalu jauh. Mereka cukup tahu saja bahwa saya baik baik saja dengan kehidupan saya. Tanpa mereka harus tahu detail masalah yang saya hadapi.
Di usia 25 tahun (dan seterusnya), disaat saya dituntut untuk bisa lebih bermanfaat bagi orang banyak. Di usia ini juga, bahwa “Privasi” menjadi sangat penting. Kebermanfaatan diri kita mungkin bisa jadi milik banyak orang, tapi bukan kehidupan pribadi kita. Ibarat sebuah rumah. Siapapun boleh masuk, tapi sebatas area ruang tamu saja. Tidak lebih dari itu.
Belajar menjaga privasi, belajar menjaga kata-kata yang akan diucapkan, belajar menjaga tingkah laku, belajar menjaga emosi, belajar menjaga perasaan, belajar menjaga aib, belajar menjaga sebuah hubungan dengan orang lain.
Bukan menjadi manusia yang tertutup dan menarik diri dari kehidupan. Tapi menjadi manusia yang lebih bisa mengendalikan diri. Bagaimanapun kehidupan kita bersinggungan dengan kehidupan banyak orang. Jangan sampai singgungan itu akan menjadi sebuah gesekan yang mampu menghancurkan kehidupan kita.
Sebuah Quote yang menarik dari seorang sahabat,
“Tak ada yang benar-benar bisa hidup sendiri. Karena Alam terlampau luas. Kebahagiaan hanya untuk mereka yang mengerti arti Kebersamaan, Itulah Kita”
#Aku dan Usia 25 dan seterusnya... lalalalalalala
Tidak ada komentar:
Posting Komentar