Saya cinta kamu.”
“Saya apalagi, lebih cinta sama kamu.”
“Tau dari mana, kamu lebih cinta sama saya, daripada saya yang cinta sama kamu?”
“Tau aja.”
“Sotoy. Emang ada indikator pengukurnya? Cih!”
Ya. Perbincangan biasa...(andai)
Gimana ya, kalau beneran ada alat pengukur besarnya perasaan cinta? Perasaan sayang?
Itu yang terbesit di pikiran saya.
Mungkin, kalaupun ada, alat itu bernama “Lovanometer”. Mungkin. Dan mungkin, kalaupun “cinta” itu merupakan sebuah besaran, maka satuannya disebut dengan “amor”, diambil dari bahasa Latin untuk kata “cinta”. Ya. Mungkin.
Lantas, bersama-sama pikirkan secara matang, bagaimana alat “Lovanometer” itu bekerja. Mungkin dia akan mulai berfungsi jika sudah berkenaan dengan panca indera. Dengan sentuhan. Dengan tatapan. Dengan penciuman. Dengan mendengar. Dengan mengecap rasa.
Mungkin dia seperti jangka sorong, yang akan mengukur berapa diameter pupil mata saya, pupil matamu, saat kita saling bertatap muka. Saling mencuri pandang.
Mungkin dia seperti thermometer, yang akan mengukur suhu tubuh saya, suhu tubuhmu, saat kita berdua bersama. Saling menyentuhkan ujung kelingking masing-masing secara sembunyi-sembunyi.
Mungkin juga dia berfungsi seperti sound level meter, yang akan mengukur seberapa bising debaran di dalam jantung saya, jantungmu, saat saya, saat kamu, saling memanggil nama. Saling menyapa.
Mungkin juga dia berfungsi layaknya amperemeter, yang akan mengukur seberapa besar arus listrik yang akan mengalir antar satu sama lain. Antara saya dan kamu. Saat kita tidak sengaja bertemu. Saat mata kita tidak sengaja “berjanji” untuk saling berjumpa.
Ataukah, dia berfungsi serupa stopwatch, yang akan mengukur berapa relativitas waktu yang kita alami, saat saya, saat kamu, saling bercerita. Saling berbagi kisah tanpa tahu jeda.
Mungkin nilai cinta saya sebesar 1.000.000 Amor. Dan, mungkin nilai cintamu, lebih kecil 1 Amor, dari besaran cinta saya untuk kamu. Nilaimu: 999.999 Amor.
Dan, nilai sesepele itu bisa membuktikan, kalau saya lebih cinta sama kamu, dari pada kamu yang cinta saya.
Mungkin angka 1 Amor-mu tertinggal di jalan. Mungkin angka 1 Amor-mu sudah kamu hibahkan kepada yang memerlukan. Atau mungkin, angka 1 Amor-mu kamu tabung, kamu simpan, agar kelak berlipat ganda, lebih dari nilai cinta yang sudah dimiliki sebelumnya.
Tapi, lagi-lagi,
Cinta bukan sesuatu yang bisa diukur, bukan?
Ya. Karena, setiap waktu, angka itu bisa berubah. Bisa bertambah. Bisa berkurang. Bisa juga stagnan. Bisa berpindah. Tapi, bisa juga hanya tersimpan, ya, tersimpan di tempatnya. Di sebuah pandora tersembunyi, yang hanya diketahui saya. Diketahui kamu.
Tapi, yang terpenting–tanpa peduli, siapa yang lebih, siapa yang kurang–satu hal yang saya tahu:
saya itu cinta kamu.
Tanpa perlu ukuran. Tanpa perlu nominal.
Tanpa perlu syarat A. Atau syarat B. Ataupun syarat C.
Dan, saya tahu pasti, untuk saya, untuk kamu, itu lebih dari cukup.
Setuju kan, kamu?
#Oh, it is love, from the first time I set my eyes upon yours,
Thinking, oh, is it love?
#seharusnya tulisan ini sudah terposting sangat lama, karna sekarang "i am not the only one right??"